SKRINING CARA MENGIDENTIFIKASI
PENYAKIT
Oleh Drh. Betty Indah Purnama, MPH
Fungsional Medik Veteriner
Skrining adalah `cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu
tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan
antara Individu (orang atau hewan/ternak) yang mungkin menderita penyakit
dengan Individu (orang atau hewan/ternak) yang mungkin tidak menderita.
Skrining
tidak dimaksudkan untuk mendiagnosa sehingga pada hasil skrining yang positif
harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk menentukan apakah individu yang bersangkutan memang
sakit atau tidak kemudian bagi diagnosisnya positif dilakukan pengobatan
intensif agar tidak membahayakan bagi dirinya maupun lingkungannya (Budiarto
dan Anggraini, 2002).
Ada
beberapa tipe skrining
yang masing-masing memiliki tujuan khusus yaitu (Budiarto & Anggraeni, 2002; Beaglehole,
R. et al., 2006) :
a. Skrining Masal (mass
screening) yang bertujuan untuk menskrining seluruh populasi atau
subpopulasi.
b. Multipel
skrining (multiple or multiphasic
screening) yaitu menggunakan beberapa alat uji skrining pada waktu yang
sama. Uji skrining ini dapat dilakukan secara seri atau pararel. Uji kombinasi
secara seri adalah dua tes atau lebih yang dilakukan secara berturut-turut
dimana tes pertama dengan sensitivitas tinggi, sedangkan tes kedua dengan
spesivisitas yang tinggi. Cara ini dimaksudkan untuk meningkatkan spesivisitas.
Sedangkan uji kombinasi secara pararel adalah bila dua tes atau lebih dilakukan
secara bersamaan tanpa memperhatikan hasil tes sebelumnya. Cara ini digunakan
untuk meningkatkan sensitivitas.
c.Targeted
screening dari kelompok dengan paparan khusus.
d. Case-finding or
opportunistic screening yaitu ditujukan pada pasien yang konsul ke praktisi
kesehatan untuk beberapa maksud lainnya ini biasanya dalam kesehatan manusia.
Pada Hewan/Ternak maka pemilik hewan/peternak meminta dokter hewan untuk mengecek
kesehatan hewannya dan dilanjuti dengan pengambilan serta pengujian sampel.
3. Kriteria Menyusun Program Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan (skrining), diharuskan memenuhi beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes penyaringan (Noor, 2008; Morton,
RF.
et al., 2009) :
a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut (penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan
atau kesakitan).
b. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes (terdapatnya pengobatan yang aman dan efektif untuk
mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit).
Keadaan penyediaan obat dan keterjangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat/kekuatan tes yang dipilih.
c. Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat
diterima untuk mendeteksi individu-individu (orang, hewan/ternak) pada suatu
tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi.
d. Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melakukan diagnosis klinis.
e. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latenya cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan/ tes khusus.
f. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas danspesifisitasnya.
g. Semua bentuk/ teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum.
h. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti.
i. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
j. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut.
k. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan dapat dilaksanakan.
Menurut Budiarto dan Anggraini (2002) untuk menilai hasil
skrining dibutuhkan kriteria tertentu seperti berikut :
a. Validitas
Skrining merupakan
tes awal yang baik untuk memberikan indikasi individu mana yang benar-benar
sakit dan mana yang tidak disebut validitas.
Validitas mempunyai dua komponen yaitu:
1). Sensitivitas ialah kemampuan suatu tes untuk
mengidentifikasikan individu dengan tepat, dengan hasil tes positif, dan benar
sakit.
2). Spesivisitas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasikan
individu dengan tepat, dengan hasil tes negatif, dan benar tidak sakit.
b. Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan
hasil yang konsisten, dikatakan
reliabel. Reabilitas ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut :
1). Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh :
a). Stabilitas reagen dan
b). Stabilitas alat ukur yang
digunakan.
c). Stabilitas
reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan alat ukur,
makin konsisten hasil pemeriksaan. Oleh
karena itu, sebelum digunakan hendaknya kedua hal tersebut ditera atau diuji
ketepatannya.
2). Variabilitas individu yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau
penyakit dalam masa tunas misalnya lelah, stress, penyakit yang berat dan penyakit dalam masa
tunas.
3). Variabilitas pemeriksa
Variasi pemeriksa dapat berupa :
a). Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada
hasil pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama;
b). Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu
sediaan dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang.
c. Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan
diobati sebagai hasil dari skrining.
Hasil ini dipengaruhi beberapa faktor berikut :
1). Sensitivitas alat uji : bila alat yang digunakan
untuk skrining mempunyai sensitivitas yang rendah, akan dihasilkan banyak
negatif semu yang berarti banyak penderita yang tidak terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji skrining dengan
yield yang rendah. Sebaliknya, bila alat yang digunakan mempunyai
sensitivitas yang tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. Jadi, sensitivitas alat dan yield mempunyai
korelasi yang positif.
2). Prevalensi penyakit yang tidak tampak : makin tinggi
prevalensi penyakit tanpa gejala akan meningkatkan yield.
3). Skrining yang dilakukan sebelumnya : bagi
penyakit-penyakit yang jarang dilakukan
skrining akan mendapatkan yield yang tinggi karena banyaknya penyakit
tanpa gejala. Sebaliknya, bila suatu
penyakit telah dilakukan skrining sebelumnya maka yield akan rendah karena
banyak penyakit tanpa gejala yang terdiagnosis.
4). Kesadaran masyarakat/pemilik hewan/peternak :
masyarakat/pemilik hewan/peternak dengan kesadaran yang tinggi terhadap masalah
kesehatan/kesehatan hewan/ternak akan meningkatkan partisipasi dalam skrining hingga kemungkinan banyak penyakit
tanpa gejala yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan meningkat.
Sensitivitas dan Spesifisitas
Sensitivitas adalah kemampuan uji
skrining untuk memberikan hasil positif pada individu yang mengidap penyakit.
Sensitivitas dinyatakan sebagai sebuah persentase:
Individu
sakit yang terdeteksi oleh uji skrining x 100%
Jumlah
seluruh individu sakit yang mengikuti uji skrining
Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji
untuk memberikan hasil negatif pada individu yang sehat (tidak sakit).
Spesifitas juga ditampilkan sebagai sebuah persentase:
Individu
sehat yang hasil uji skriningnya negatif x 100%
Jumlah
seluruh individu sehat yang mengikuti uji skrining
Pada sebuah uji
tunggal, peningkatan sensitifitas akan menyebabkan penurunan spesifisitas,
demikian pula, peningkatan spesifisitas akan menyebabkan penurunan sensitifitas.
Perhitungan Sensitivitas dan Spesifisitas
Dari Tabel 1. Dapat
terlihat bahwa :
Sensitivitas
= a / (a+c)
Spesifisitas = d/
(b+d)
Suatu uji yang
sangat sensitif memiliki sedikit hasil negatif palsu, sehingga c bernilai kecil
ketika sensitifitas mendekati 100%. Suatu uji dengan spesifisitas yang tinggi
akan memiliki sedikit temuan positif palsu, oleh karena itu nilai b haruslah
kecil supaya spesifisitas mendekati 100%.
Tabel 1. Tampilan Umum Sebuah Matriks Skrining
Hasil Uji
|
Diagnosis yang Benar
|
Total
|
|
Sakit
|
Tidak
Sakit
|
||
Positif
|
a
|
B
|
a
+ b
|
Negatif
|
b
|
d
|
c
+ d
|
Total
|
a
+ c
|
b
+ d
|
a
+ b + c + d
|
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa
proporsi subyek dengan hasil uji positif yang benar-benar sakit menurut
diagnosis adalah a/(a+b). Rasio ini disebut Nilai Prediktif Positif. Nilai prediktif positif suatu uji meningkat
seiring dengan meningkatnya sensitivitas dan spesifisitas. Namun bila Prevalensi penyakit pada populasi yang
diskrining meningkat, nilai prediktif positif juga meningkat, dan begitu juga
sebaliknya. Populasi berisiko tinggi sering dipilih untuk skrining sehingga
meningkatkan hasil uji dan nilai prediktif positif.
Misalnya Prevalensi penyakit 50%,
sensitivitas dan spesifisitas keduanya sebesar 50%, Jumlah yang diskrining
adalah 200 ekor hewan. Dari data tersebut Nilai Prediktif Positif adalah 50/100
atau 50% (Tabel 2).
Tabel 2. Contoh Tampilan Umum Sebuah Matriks Skrining
Hasil
Uji
|
Diagnosis yang Benar
|
Total
|
|
Sakit
|
Tidak Sakit
|
||
Positif
|
50
|
50
|
100
|
Negatif
|
50
|
50
|
100
|
Total
|
100
|
100
|
200
|
Prevalensi
penyakit meningkat 60%, sensitivitas dan spesifisitas keduanya tetap sebesar
50%, Jumlah yang diskrining adalah 200 ekor hewan. Dari data tersebut Nilai
Prediktif Positif telah meningkat adalah 60/100 atau 60% (Tabel 3).
Tabel 3. Contoh Tampilan Umum Sebuah
Matriks Skrining
(Prevalensi Meningkat)
Hasil
Uji
|
Diagnosis yang Benar
|
Total
|
|
Sakit
|
Tidak Sakit
|
||
Positif
|
60
|
40
|
100
|
Negatif
|
60
|
40
|
100
|
Total
|
120
|
80
|
200
|
Prevalensi
penyakit menurun hingga 40%, sensitivitas dan spesifisitas keduanya tetap
sebesar 50%, Jumlah yang diskrining adalah 200 ekor hewan. Dari data tersebut
Nilai Prediktif Positif telah menurun menjadi 40/100 atau 40% (Tabel 4).
Tabel 4. Contoh Tampilan Umum Sebuah
Matriks Skrining
(Prevalensi Menurun)
Hasil
Uji
|
Diagnosis yang Benar
|
Total
|
|
Sakit
|
Tidak Sakit
|
||
Positif
|
40
|
60
|
100
|
Negatif
|
40
|
60
|
100
|
Total
|
80
|
120
|
200
|
Nilai Prediktif negatif
dapat dihitung sebagai d/(c+d), Namun, karena tujuan utama uji Skrining adalah
untuk mengidentifikasikan subjek-subjek yang sakit, perhitungan nilai prediktif
negatif tidak sering digunakan.
Terdapat dua probabilitas
yang digunakan untuk mengukur kemampuan uji skrining dalam membedakan individu/subjek
yang sakit dan yang tidak sakit. Pengukuran-pengukuran validitas uji skrining
ini ditentukan dengan membandingkan hasil menurut uji skrining dengan hasil
yang didapat dari uji yang lebih akurat (dikenal sebagai Gold Standar). Nilai
tertentu pada hasil-hasil uji skrining yang bersesuaian dengan hasil-hasil Gold
Standar menghasilkan ukuran sensitivitas dan spesifisitas (Morton RF. et al., 2009)
Validitas dari suatu alat
uji skrining diartikan kemampuan alat uji itu sendiri untuk membedakan siapa
yang menderita sakit dan siapa yang tidak menderita sakit. Validitas dari suatu alat uji terdiri atas
dua komponen yaitu sensitivitas dan spesifisitas (Gordis, 2004). Untuk menilai
validitas pengukuran dalam suatu uji penyaringan atau skrining, maka hasil
pengukuran uji skrining tersebut dibandingkan dengan baku emas (gold standar),
dengan menyusun tabel 2 x 2 seperti tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Tabel 2 x2 misalnya Antara RBT
dan CFT untuk UJi Brucellosis
RBT
|
CFT (Baku Emas)
|
Total
|
|
Positif
|
Negatif
|
||
Positif
|
A
|
B
|
a + b
|
Negatif
|
C
|
D
|
c + d
|
Total
|
a + c
|
b + d
|
a + b + c + d
|
Keterangan
:
a = Positif
sejati (true positive) c = Negatif palsu (false
negative)
b = Positif palsu
(false positive) d = Negatif sejati (true
negative)
Uji yang akan dilakukan adalah :
a.
Sensitivitas (Sensitivity) adalah kemampuan alat
skrining untuk menempatkan sasaran skrining yang benar-benar menderita ke dalam
kelompok penderita.
Sensitivitas = a / (a+c) x 100 %
b.
Spesifisitas
(Specificity) adalah kemampuan alat
skrining untuk menempatkan sasaran skrining yang benar-benar tidak menderita ke
dalam kelompok sehat.
Spesifisitas = d / (b+d) x 100 %
c.
Nilai duga positif (Positive Predictive Value) adalah
besarnya kemungkinan individu benar-benar menderita dari semua hasil uji
skrining positif.
Nilai duga positif = a / (a+b) x 100 %
d.
Nilai
duga negatif (Negative Predictive Value)
adalah besarnya kemungkinan individu yang benar-benar tidak menderita dari
semua hasil uji skrining negatif.
Nilai duga negatif = d / (c+d) x 100 %
Tes skrining seringkali tidak dimaksudkan
untuk langsung mendiagnosa suatu penyakit, maksudnya yang sebenarnya adalah
untuk menjaring sejumlah individu dalam suatu populasi yang tampaknya sehat
yaitu individu mungkin sakit akan tetapi masih belum menampakkan gejala dan
untuk selanjutnya dilakukan diagnosa yang lebih teliti untuk dilakukan
pengobatan atau tindakan lain (Sutrisna, 1994).
Dalam melaksanakan skrining agar upaya
mendeteksi ada tidaknya suatu penyakit pada individu yang tampak sehat sangat
bergantung pada sensitivitas dan spesivisitas alat skrining yang digunakan. Menurut Budiaro (1997), kedua komponen
sensitivitas dan spesifisitas hasilnya cenderung akan memberikan hasil yang
berlawanan satu terhadap yang lainnya.
Suatu tes skrining yang terlalu peka (sensitif) akan mengakibatkan
positif palsu (false positve) yang tinggi dan sebaliknya jika spesivisitas
tinggi akan berakibat pada negatif palsu (false negative) yang tinggi pula.
DAFTAR PUSTAKA
Bonita,
R., Beaglehole, R. & Kjellström, T. (2006) Basic Epidemiology
2nd edition. Geneva: WHO.
Budiaro,
B. (1997) Pengantar Epidemiologi.
Semarang: Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Budiarto.
E & Anggraeni, D. (2002) Pengantar
Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Gordis,
L. (2004) Epidemiology, 4th Edition.Saunders
Elsevier.Philadelphia.
Noor,
N.N. (2008) Epidemiologi. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Morton
R.F. , Hebel J.R., McCarter R.J. (2009). A Study Guide To Epidemiology and
Biostatistics. Alih Bahasa Apriningsih. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sutrisna, B.
(1994) Pengantar Metode Epidemiologi. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat
terima kasih sudah sharing
BalasHapusVisit UMA
Visit P2MAL