Waterborne
Diseases
Oleh Drh. Betty Indah Purnama, MPH
Waterborne diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh air minum
yang terkontaminasi
mikrorganisme pathogen (NIH, 2016). Bila air yang
terkontaminasi digunakan untuk menyiapkan makanan dapat
menyebakan foodborne diseases. Kontaminan dalam air
dapat berasal dari urine/ faeces manusia atau binatang. Waterborne disease pada
umumnya terjadi bila kebutuhan air minum dari sumber air permukaan, misal: air hujan, sungai, danau dan
lain-lain, yang terkontaminasi oleh hewan atau orang yang terinfeksi Shaheen,
2017). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit diare menyumbang
sekitar 4,1% dari total beban global harian penyakit dan
bertanggung jawab atas kematian 1,8 juta orang setiap tahun. Diperkirakan
bahwa 88% dari beban yang disebabkan tidak aman pasokan air, sanitasi dan
kebersihan dan sebagian besar terkonsentrasi
pada anak-anak di negara berkembang.
Pencegahan
• Penggunaan
air yang bersih/aman
• Pembuangan faeces yang
aman
Untuk mendapatkan air minum yang bersih maka
dilakukan disinfeksi air,
misal dengan Chlorine,Ozone dan
Radiasi UV.
Penyebab Food dan Waterborn disease adalah:
parasit, bakteri, virus dan racun , (Shaheen, 2017).
Parasit penyebab waterborne disease antara lain:
– Entamoeba histolytica
– Giardia lambia
– Schistosoma
– Taenia
– Ascaris lumbricoides
– Enterobius vermicularis
Bakteri
penyebab waterborne disease antara lain:
• Chlostridium botulinum
• Campylobacter jejuni
• Vibrio cholerae
• Vibrio parahaemolyticus
• Escherichia coli
• Shigella dysenteriae
• Salmonella typhi
Virus Penyebab Waterborne disease:
• Rotavirus
• Calicivirus
• Enteric Adenovirus
• Hepatitis A
• Poliovirus
Toksin penyebab Food/Waterborne Disease
• Toksin bahan kimia
• Toksin yang dihasilkan
mikroorganisme (bakteri, fungi)
Giardia lambia :
Protozoa
yang ditemukan di duodenum dan jejenum manusia yang menyebabkan giardiasis.
Morfologi:
tropozoit: bentuk seperti
jantung, simetrik, tral dan panjang 10-20 µm, mempunyai 4 pasang flagela, 2 nukleus dengan prominan
karyosome sentral dan 2 axostyle. Kista (dalam kolon)
ditemukan dalam tinja dalam jumlah banyak, mempunyai dinding tebal, bentuk elips, panjang 8-14 µm, punya 2 nukleus sebelum matur dan 4 nukleus
pada kista yang matur.
E. coli Menyebabkan :
- Diare
ETEC
(Entero Toxigenic E. coli)
Menghasilkan ST dan LT
Menyebabkan
“Treveller’s diarrhoea”
EPEC
(Entero Pathogenic E. coli)
Menghasilkan
SLT (Shiga Like Toxin)
Mempunyai
sistem perlekatan spesifik
EIEC
(Entero Invasive E. coli)
EHEC
(Entero Hemorrhagic E. coli)
EAggEC
(Entero Aggregative E. coli)
EAEC
(Entero Adherence E. coli)
Penyebab
“Treveller’s diarrhoea”
B. Infeksi saluran kencing (ISK)
E.
coli penyebab ISK pada umumnya:
* antigen O bernomer rendah
* mempunyai antigen K
* tipe pili tertentu
C. Meningitis
75% isolat E. coli
penyebab meningitis menimbulkan reaksi silang
dengan
AB terhadap kapsul N. meningitidis grup B.
D. Penyebab
infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di Rumah Sakit)
Yang dapat terjadi pada pasien maupun
petugas Rumah Sakit.
Salmonellosis
• Penyebab:
– Salmonella typhi
– Salmonella paratyphi
– Salmonella choleraseuis
• Dosis Infeksi : 105 – 108,
kadang-kadang 103 (S. typhi)
• Reservoir : unggas,
binatang pengerat, ternak, binatang piaraan
(misalnya Kura-kura, Burung beo).
• Jalan infeksi : melalui makanan
dan minuman (telur, daging,
susu, dan air)
• Salmonellosis
menyebabkan terjadinya diare karena:
– kemampuan invasi dan
transitosis enterosit àmeningkatkan
permeabilitas vaskular dan respon inflamasi pada sel enterosit
– Adanya enterotoksin
tidak tahan panas yang dikenali oleh anti LT (E. coli) dan Koleragen
(dari V. cholerae), tetapi tidak dikenal oleh reseptor GM1.
– Beberapa strain mampu
menembus lebih dalam à masuk pembuluh darah
• Beberapa serotipe
menembus dengan cepat (S.
choleraesuis) à diare tidak tampak à cepat masuk darah (infeksi ekstra intestinal)
Shigella
Pertama kali diisolasi tahun 1896 oleh Kivoshi Shiga
Spesies yang sering menimbulkan diare pada manusia :
•
S. dysenteriae S.
flexneri
•
S. sonnei S.
boidii
•
Dosis infeksi 103 sel bakteri
•
Inkubasi selama 1-2 hari
Gejala:
Sakit perut mendadak, demam, diare berat yang disertai lendir dan
darah berkurang dalam 2-5 hari.
Pengobatan :
Pemberian cairan
(rehidrasi) dan antibiotika : ampisilin, tetrasiklin, siprofloksasin, kloramfenikol, trimetroprim-sulfametoksasol.
Staphylococcus
• Bersifat aerobik /
mikroerofilik , pertumbuhan optimum pada 37oC, pembentukan pigmen optimum
20-25oC, pigmen terbentuk pada media padat,
aerobic, tahan pemanasan 50oC selama 30 menit serta tahan dalam NaCl 9%.
TOKSIN DAN ENZIM YANG DIHASILKAN STAPHYLOCOCCUS
Staphylococcus banyak menghasilkan enzim dan
toksin yang berfungsi sebagai faktor virulensi, antara lain:
• Leukosidin terdapat pada S. aureus mampu membunuh leukosit
• Hialuronidase yang memecah asam hialuronat
(komponen jaringan ikat) sebagai faktor penyebaran
• Stafilokinase
yang menyebabkan fibrinolisis, tetapi tidak sekuat
streptokinase
Enterotoksin ada 6 (A-F)
dihasilkan oleh hampir 50% S. aureus,
• toksin tahan
panas,
• tidak rusak oleh
enzim di usus.
• disintesa bila S. aureus tumbuh dalam
karbohidrat/protein
Clostridium botulinum
• Terdapat di tanah atau pada kotoran binatang
• Sporanya sangat tahan panas (100oC, 3-5
jam)
• tidak tahan pemanasan pada pH rendah / komsentrasi
garam tinggi
• Toksin dilepaskan pada waktu sel tumbuh atau lisis.
• Toksin
butulinum: (tipe A, B, E, yang paling
poten tipe A)
• Menyebabkan botulisme dalam 8-48 jam dengan gejala:
• pusing, nausea, vomiting, sukar menelan / bernafas
• dosis letal pada manusia 1-2 mg
• Efek :
mencegah pelepasan asetilkolin yang dapat
menyebabkan paralisis
Diagnosa:
• Deteksi toksin pada serum dan faeces
• Percobaan binatang:
serum diencerkan dan diinjeksi intra peritonial ke tikus sehingga mati dalam 1-4 har.i
Leptospira
Sampel pemeriksaan untuk isolasi Leptospira
• Darah dengan heparin
• Cairan cerebrospinal
• Jaringan
• Urine
Identifikasi Leptospira Pemeriksaan:
• Mikroskopik: medan gelap, cat Giemsa,
fluorescein-conjugated antibodies atau teknik imunohistokimia lain
• Kultur : Media ss Fletcher / yang lain. 1-2 tts
drh / 0.5 ml lcs/ 1tts urine asli dan 10-1 dlm 5 tab @ 5ml med
• Inokulasi pada binatang: intraperitonial
plasma/ urine pada hamster / guinea pig muda à beb hari: infeksi, 8-14 hr mati
• Serologi : langsung / tidak langsung. Puncak
antibodi pada minggu ke 5-8
• Pemeriksaan molekuler
Patogenesis Leptospira
• Pada umumnya infeksi melalui:
– makanan atau air yang terkontaminasi
– melalui membran mukosa
– kulit yang terluka
• Masa inubasi 1-2 minggu
– demam (bakteremia)
– masuk ke organ: liver, ginjal
– perdarahan dan kerusakan jaringan
ROTAVIRUS
Penyebab : Diare
pada manusia dan binatang
Dapat terjadi infeksi silang antar spesies
Patogenesis:
1. Infeksi
terjadi di usus kecil
2. Multiplikasi
dalam sitoplasma enterosit
3.
Sel rusak àpartikel virus dilepaskan (1010
partikle/ gram tinja)
4.
Pemulihan kerusakan sel
dalam 3-8 minggu
5. Terjadinya
diare mungkin karena pengurangan absorbsi glukosa dan natrium
Gejala Klinis
* Masa
inkubasi 1-4 hari
* Gejala:
diare, demam, sakit pada abdomen, muntah à dehidrasi
* Kasus
sedang: gejala 4-5 hari à sembuh total
* Diare
berlangsung lebuh lama pada imunitas/ nutrisi rendah
* Infeksi
asimptomatik dapat terjadi (pada dewasa)
Identifikasi :
- Identifikasi virus dari tinja pada awal sakit dengan:
* Immune Electron Microscopy
* Immunodiffusion
* ELISA
* Hibridisasi dengan prob cDNA
* PCR untuk menentukan tipe virus
2. Serologi
Referensi:
- Lenntech. 2017. Waterborne diseases. Rooterdam. http://www.lenntech.com/library/diseases/diseases/waterborne
2. Ministry of Health, 2017. Waterborne Diseases. New Zealand Goverment
3. National Institut of Environmental Health Sciences. 2016. Waterborne
Disease. America.
4. Shaheen H.Q., 2017.
Waterborn Diseases. Associate Professor, An-Najah National University, Nablus, West Bank..
5. WHO. 2002. Global Water Supply and Sanitation Assessment
2000 Report', section 2.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar