30 September 2017

Waterborne Diseases




Waterborne Diseases

Oleh Drh. Betty Indah Purnama, MPH

Waterborne diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh air minum yang terkontaminasi mikrorganisme pathogen (NIH, 2016). Bila air yang terkontaminasi digunakan untuk menyiapkan makanan dapat menyebakan foodborne diseases. Kontaminan dalam air dapat berasal dari urine/ faeces manusia atau binatang. Waterborne disease pada umumnya terjadi bila kebutuhan air minum dari sumber air permukaan, misal: air hujan, sungai, danau dan lain-lain, yang terkontaminasi oleh hewan atau orang yang terinfeksi Shaheen, 2017). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit diare menyumbang sekitar 4,1% dari total beban global harian penyakit dan bertanggung jawab atas kematian 1,8 juta orang setiap tahun.  Diperkirakan bahwa 88% dari beban yang disebabkan tidak aman pasokan air, sanitasi dan kebersihan dan sebagian besar terkonsentrasi
pada anak-anak di negara berkembang.

Pencegahan
      Penggunaan air yang bersih/aman
      Pembuangan faeces yang aman
Untuk mendapatkan air minum yang bersih maka dilakukan disinfeksi air, misal dengan Chlorine,Ozone dan Radiasi UV.

Penyebab Food dan Waterborn disease adalah: parasit, bakteri, virus dan racun , (Shaheen, 2017).
Parasit penyebab waterborne disease antara lain:
     Entamoeba histolytica
     Giardia lambia
     Schistosoma
     Taenia
     Ascaris lumbricoides
     Enterobius vermicularis

Bakteri  penyebab waterborne disease antara lain:
      Chlostridium botulinum
      Campylobacter jejuni
      Vibrio cholerae
      Vibrio parahaemolyticus
      Escherichia coli
      Shigella dysenteriae
      Salmonella typhi

Virus Penyebab Waterborne disease:
      Rotavirus
      Calicivirus
      Enteric Adenovirus
      Hepatitis A
      Poliovirus
Toksin penyebab Food/Waterborne Disease
      Toksin bahan kimia
      Toksin yang dihasilkan mikroorganisme (bakteri, fungi)


Giardia lambia :
            Protozoa yang ditemukan di duodenum dan jejenum manusia yang menyebabkan giardiasis.

Morfologi:
tropozoit: bentuk seperti jantung, simetrik, tral dan panjang 10-20 µm, mempunyai 4 pasang flagela, 2 nukleus dengan prominan karyosome sentral dan 2 axostyle. Kista (dalam kolon) ditemukan dalam tinja dalam jumlah banyak, mempunyai dinding tebal,         bentuk elips, panjang 8-14 µm, punya 2 nukleus sebelum matur dan 4 nukleus pada kista yang matur.


E. coli Menyebabkan :
  1. Diare
            ETEC (Entero Toxigenic E. coli)
                                    Menghasilkan ST dan LT
                                    Menyebabkan “Treveller’s diarrhoea”
            EPEC (Entero Pathogenic E. coli)
                                    Menghasilkan SLT (Shiga Like Toxin)
                                    Mempunyai sistem perlekatan spesifik
            EIEC (Entero Invasive E. coli)
            EHEC (Entero Hemorrhagic E. coli)
            EAggEC (Entero Aggregative E. coli)
            EAEC (Entero Adherence E. coli)
                                    Penyebab “Treveller’s diarrhoea”

B.   Infeksi saluran kencing (ISK)
            E. coli penyebab ISK pada umumnya:
            *  antigen O bernomer rendah
            *  mempunyai antigen K 
            *  tipe pili tertentu
C.   Meningitis
       75% isolat E. coli penyebab meningitis menimbulkan reaksi silang dengan AB terhadap kapsul N. meningitidis grup B.

D.   Penyebab infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di Rumah Sakit)
      Yang dapat terjadi pada pasien maupun petugas Rumah Sakit.


Salmonellosis
      Penyebab:
     Salmonella typhi
     Salmonella paratyphi
     Salmonella choleraseuis
      Dosis Infeksi : 105 – 108, kadang-kadang 103 (S. typhi)
      Reservoir : unggas, binatang pengerat, ternak, binatang        piaraan (misalnya Kura-kura, Burung beo).
      Jalan infeksi : melalui makanan dan minuman (telur,             daging, susu, dan air)
      Salmonellosis menyebabkan terjadinya diare karena:
     kemampuan invasi dan transitosis enterosit àmeningkatkan permeabilitas vaskular dan respon inflamasi pada sel enterosit
     Adanya enterotoksin tidak tahan panas yang dikenali oleh anti LT (E. coli) dan Koleragen (dari V. cholerae), tetapi tidak dikenal oleh reseptor GM1.
     Beberapa strain mampu menembus lebih dalam à masuk pembuluh darah
      Beberapa serotipe menembus dengan cepat  (S. choleraesuis) à diare tidak tampak à cepat masuk darah (infeksi ekstra intestinal)


Shigella
Pertama kali diisolasi tahun 1896 oleh Kivoshi Shiga
Spesies yang sering menimbulkan diare pada manusia :
       S. dysenteriae             S. flexneri
       S. sonnei                     S. boidii
       Dosis infeksi 103 sel bakteri
       Inkubasi selama 1-2 hari

Gejala:
Sakit perut mendadak, demam, diare berat yang disertai lendir dan darah berkurang dalam 2-5 hari.
Pengobatan :
Pemberian cairan (rehidrasi) dan antibiotika : ampisilin, tetrasiklin, siprofloksasin, kloramfenikol, trimetroprim-sulfametoksasol.


Staphylococcus
       Bersifat aerobik / mikroerofilik , pertumbuhan optimum pada 37oC, pembentukan pigmen optimum 20-25oC, pigmen terbentuk pada media padat, aerobic, tahan pemanasan 50oC selama 30 menit serta tahan dalam NaCl 9%.

TOKSIN DAN ENZIM YANG DIHASILKAN STAPHYLOCOCCUS
Staphylococcus banyak menghasilkan enzim dan toksin yang berfungsi sebagai faktor virulensi, antara lain:
        Leukosidin  terdapat pada S. aureus mampu membunuh leukosit
       Hialuronidase yang memecah asam hialuronat (komponen jaringan ikat) sebagai faktor penyebaran
        Stafilokinase yang menyebabkan fibrinolisis, tetapi tidak sekuat streptokinase

Enterotoksin  ada 6 (A-F)
 dihasilkan oleh hampir 50% S. aureus,              
        toksin tahan panas,
        tidak rusak oleh enzim di usus.
       disintesa bila S. aureus tumbuh dalam karbohidrat/protein


Clostridium botulinum
       Terdapat di tanah atau pada kotoran binatang
       Sporanya sangat tahan panas (100oC, 3-5 jam)
       tidak tahan pemanasan pada pH rendah / komsentrasi garam tinggi
       Toksin dilepaskan pada waktu sel tumbuh atau lisis.
       Toksin butulinum: (tipe A, B, E, yang paling poten tipe A)
       Menyebabkan botulisme dalam 8-48 jam dengan gejala:
       pusing, nausea, vomiting, sukar menelan / bernafas
       dosis letal pada manusia 1-2 mg
       Efek :  mencegah pelepasan asetilkolin   yang dapat menyebabkan paralisis

Diagnosa:
       Deteksi toksin pada serum dan faeces
       Percobaan binatang:  serum diencerkan  dan diinjeksi intra peritonial ke tikus sehingga mati dalam 1-4 har.i


Leptospira

Sampel pemeriksaan untuk isolasi Leptospira

       Darah dengan heparin
       Cairan cerebrospinal
       Jaringan
       Urine

Identifikasi Leptospira Pemeriksaan:
       Mikroskopik: medan gelap, cat Giemsa, fluorescein-conjugated antibodies atau teknik imunohistokimia lain
       Kultur : Media ss Fletcher / yang lain. 1-2 tts drh / 0.5 ml lcs/ 1tts urine asli dan 10-1 dlm 5 tab @ 5ml med
       Inokulasi pada binatang: intraperitonial plasma/ urine pada hamster / guinea pig muda à beb hari: infeksi, 8-14 hr mati
       Serologi : langsung / tidak langsung. Puncak antibodi pada minggu ke 5-8
       Pemeriksaan molekuler

Patogenesis Leptospira
       Pada umumnya infeksi melalui:
      makanan atau air yang terkontaminasi
      melalui membran mukosa
      kulit yang terluka
       Masa inubasi 1-2 minggu
      demam (bakteremia)
      masuk ke organ: liver, ginjal
      perdarahan dan kerusakan jaringan

ROTAVIRUS
Penyebab :     Diare pada manusia dan binatang
Dapat terjadi infeksi silang antar spesies

Patogenesis:
1.         Infeksi terjadi di usus kecil
2.         Multiplikasi dalam sitoplasma enterosit
3.            Sel rusak àpartikel virus dilepaskan (1010 partikle/ gram tinja)
4.            Pemulihan kerusakan sel dalam 3-8 minggu
5.         Terjadinya diare mungkin karena pengurangan absorbsi glukosa dan natrium

Gejala Klinis
*           Masa inkubasi 1-4 hari
*           Gejala: diare, demam, sakit pada abdomen, muntah à dehidrasi
*           Kasus sedang: gejala 4-5 hari à sembuh total
*          Diare berlangsung lebuh lama pada imunitas/ nutrisi rendah
*           Infeksi asimptomatik dapat terjadi (pada dewasa)

Identifikasi :
  1. Identifikasi virus dari tinja pada awal sakit dengan:
            * Immune Electron Microscopy
            * Immunodiffusion
             * ELISA
             * Hibridisasi dengan prob cDNA
            * PCR untuk menentukan tipe virus
       2.  Serologi







Referensi:
  1. Lenntech. 2017. Waterborne diseases. Rooterdam. http://www.lenntech.com/library/diseases/diseases/waterborne
 2.    Ministry of Health, 2017. Waterborne Diseases. New Zealand Goverment

3.    National Institut of Environmental Health Sciences. 2016. Waterborne Disease. America.

4.    Shaheen H.Q., 2017. Waterborn Diseases. Associate Professor, An-Najah National University,  Nablus, West Bank..

5.    WHO. 2002. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report', section 2.2.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar