24 Maret 2017

Keracunan Pangan


Drh. Betty Indah Purnama, MPH
Dinas Peternakan dan Keswan Provinsi Sumatera Barat
Corresponding author: betty_aswad@yahoo.com

A.    Latar Belakang
Keracunan pangan dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi, makanan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
KLB keracunan pangan dengan gejala utama diare dan muntah serta beberapa gejala lain yang sering muncul pada beberapa kasus, maka dapat ditetapkan diagnosis banding.  KLB keracunan pangan karena kuman Vibrio Parahemolitikus, Clostridium perfringens, Baksiler disenteri. Vibrio hemolitikus menunjukkan gejala nyeri perut, mual, muntah, diare, menggigil, sakit kepala, dan kadang-kadang badan panas. Clostidium perfringens menunjukkan gejala mual, muntah, nyeri perut, diare, badan letih/lemas. Shigella dysentriae menunjukkan gejala diare hebat berlendir dan berdarah, nyeri perut, panas badan dan sakit kepala (Depkes, 2009).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia  melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan secara rutin memonitor KLB keracunan pangan di Indonesia khususnya keracunan yang telah diketahui waktu paparannya (point source) seperti pesta, perayaan, acara keluarga dan acara sosial lainnya.
Selama tahun 2004, berdasarkan laporan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia telah terjadi KLB keracunan pangan dengan data  kasus sebagai berikut yaitu frekuensi total kejadian 153  kejadian di 25 propinsi dan total kasus keracunan pangan yang dilaporkan berjumlah 7347 kasus termasuk 45 orang meninggal dunia. KLB keracunan pangan terbanyak di Propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 32 kejadian (21%), Jawa Tengah 17 kejadian (11%), DKI Jakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat masing-masing 11 kejadian (7,2%), Bali 10 kejadian (6,5%), Yogyakarta 9 kejadian (5,9%), Kalimantan Timur 7 kejadian (4,6%), Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan masing-masing 5 kejadian (3,3 %), Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur masing-masing 4 kejadian (2,6%), Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Tenggara masing-masing 3 kejadian (2%), NAD, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Maluku masing-masing 2 kejadian (1,3%), Riau, Bangka Belitung, Banten, dan Kalimantan Selatan masing-masing 1 kejadian (0,7%).
Ditinjau dari sumber pangannya, terlihat bahwa yang menyebabkan keracunan pangan adalah makanan yang berasal dari masakan rumah tangga 72 kejadian  (47,1%), industri jasa boga sebanyak 34 kali kejadian  (22,2 %), makanan olahan 23 kali kejadian (15,0 %), makanan jajanan 22 kali kejadian  (14,4 %) dan 2 kali kejadian (1,3 %) tidak dilaporkan. Berdasarkan data tersebut sumber pangan penyebab keracunan pangan terbesar yaitu masakan rumah tangga. Hal ini disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan higiene pengolahan pangan (makanan dan air) dalam rumah tangga masih cukup rendah.   Keracunan pangan dapat disebabkan oleh mikroba patogen dan cemaran kimiawi. Dari laporan hasil analisis Balai POM diduga penyebab keracunan disebabkan mikroba patogen 21 kejadian (13,7%), kimia 13 kejadian keracunan (8,5%). Namun ternyata yang tidak terdeteksi/tidak dapat dianalisis masih jauh lebih banyak, yaitu pada 119 kejadian 77,8% (Badan POM, 2007).

B.  Definisi dan Etiologi Keracunan
Keracunan makanan, termasuk didalamnya intoksikasi makanan dan infeksi karena makanan adalah penyakit yang didapat karena mengkonsumsi makanan yang tercemar dan atau penyakit yang disebabkan oleh pencemaran dengan bahan kimia seperti logam berat dan senyawa organik dalam makanan/minuman (Chin, 2000). Menurut Bress (1995), suatu penyakit keracunan dicurigai apabila sejumlah orang makan makanan bersama kemudian jatuh sakit. Menemukan bagian makanan mana yang terjadi sumber penularan penyakit sulit dilakukan. Semua orang yang menyantap makanan harus dikelompokkan berdasarkan komponen makanan yang disantap. Akan semakin sulit bila makanan tersebut juga dikonsumsi di beberapa tempat yang berbeda dan waktu makan tidak bersamaan.

C.  Penyebab Keracunan Makanan
Kasus keracunan makanan menurut Kandun, (2000) lebih sering disebabkan oleh:
a.         Terbentuknya toksin yang disebabkan oleh berkembangbiaknya bakteri dalam makanan sebelum dikomsumsi seperti (Clostridium botulinum, Staphyloccoccus aureus dan Bacillus cereus, keracunan ikan scombroid, tidak ada hubungannya dengan toksik spesifik tetapi disebabkan oleh karena meningkatnya kadar histamin) atau toksik terbentuk di dalam usus seperti pada Clostridium perfringens.
b.        Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit seperti (brucellosis, Campylobacter enteritis, diare yang disebabkan oleh Escherichia coli, hepatitis A, listeriosis, salmonellosis, shigellosis, toksoplasmosis, gastroenteritis oeh virus, taenisasis, trichinosis dan vibrio).
c.         Toksin yang dihasilkan oleh spesies algae yang berbahaya (keracunan ikan ciguatera, keracunan kerang yang menyebabkan paralitik, keracunan kerang yang menyebabkan neurotoksik, keracunan kerang  yang menyebabkan diare dan amnesia) atau racun yang ada pada spesies ikan tertentu seperti pada ikan buntal. (Chin, 2000).   
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, suntikan dan absropsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan. Sedangkan keracunan makanan adalah timbulnya sindroma gejala klinik yang disebabkan karena memakan makanan tertentu (Sartono, 2002).
Peristiwa keracunan makanan dapat terjadi karena makanan mengandung toksin, makanan tercemar bakteri patogen, makanan tercemar protozoa dan parasit, tumbuhan dan hewan beracun serta keracunan bahan kimia antara lain:

1) Keracunan makanan karena Staphylococus
Keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococus merupakan bentuk yang paling umum dan sering terjadi. Makanan yang sering tercemar terutama makanan yang diolah dengan tangan, baik yang tidak dimasak dengan sempurna atau karena proses pemanasan atau penyimpanan yang kurang tepat. Jenis makanan yang sering terkena seperti pastries, custard, saus salad, sandwich, daging cincang dan produk daging.
Toksin dapat juga berkembang pada ham dan salami yang tidak dimasak dengan benar, dan dapat juga pada keju yang diproses kurang sempurna. Makanan yang dibiarkan pada suhu kamar untuk beberapa jam sebelum dikomsumsi akan mengakibatkan Staphylococcus yang memproduksi toksik akan berkembang biak dan akan memproduksi toksik tahan panas.
Gejala yang ditimbulkan oleh Staphylococcus  muncul secara mendadak dan berat dengan gejala neusea yang berat, kejang-kejang, mual dan muntah, lemas tak berdaya dan sering disertai dengan diare kadang-kadang disertai suhu tubuh di bawah normal dan tekanan darah rendah, kematian jarang sekali terjadi. Biasanya kejadian ini berlangsung 1 sampai 2 hari, diagnosa lebih mudah dilakukan apabila ditemukan sekelompok penderita dengan gejala akut pada saluran pencernaan bagian atas, dimana interval waktu antara saat mengkomsumsi makanan tercemar dengan munculnya gejala klinis sangat pendek.
Keracunan ini disebabkan oleh kokus gram positif kecil, Staphylococus yang sama bertanggung jawab atas benyak masalah infeksi di rumah sakit. Hidung merupakan bagian tubuh tempat organisme itu hidup dan berkembang biak, tetapi orang dapat membawa organisme ini pada pakaian, tangan dan bagian lain tubuhnya dan juga pada bisul atau infeksi kulit.
Sifat enterotoksin Staphylococus yang sangat penting ialah stabilitasnya terhadap panas. Sekali enterotoksin Staphylococus terbentuk, tidak mungkin dihancurkan walaupun bila makanan itu dipanaskan. Ciri keracunan makanan akibat staphylococus yang sangat menonjol adalah diare yang hebat, muntah-muntah, dan sakit perut dengan masa inkubasi antara 1-6 jam (Volk, 1990).

2) Keracunan makanan karena Shigella
Shigella adalah genus bakteri yang merupakan penyebab utama diare dan disentri - diare dengan darah dan lendir dalam tinja - di seluruh dunia. Bakteri ini ditularkan melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi atau air, atau melalui orang-ke-orang kontak. Di dalam tubuh, mereka dapat menyerang dan menghancurkan sel-sel yang melapisi usus besar, menyebabkan ulserasi mukosa dan diare berdarah. Selain diare, gejala infeksi Shigella termasuk demam, kram perut, dan nyeri rektum. Kebanyakan pasien sembuh tanpa komplikasi dalam waktu tujuh hari. Shigellosis dapat diobati dengan antibiotik, meskipun beberapa strain telah resistensi obat (WHO, 2011). 
Infeksi Shigella dapat diperoleh dari makan makanan yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi biasanya terlihat dan bau normal. Makanan dapat menjadi terkontaminasi oleh penjamah makanan yang terinfeksi yang lupa untuk mencuci tangan mereka dengan sabun setelah menggunakan kamar mandi.  Sayuran dapat menjadi terkontaminasi jika mereka dipanen dari lapangan dengan kotoran di dalamnya. Lalat dapat berkembang biak dalam kotoran yang terinfeksi dan kemudian mencemari makanan. Air dapat menjadi terkontaminasi dengan bakteri Shigella jika limbah berjalan ke dalamnya, atau jika seseorang dengan berenang. Infeksi Shigella kemudian dapat diperoleh dengan minum, berenang, atau bermain dengan air yang terkontaminasi (CDC, 2009b).

3) Keracunan makanan karena Bacillus cereus.
Keracunan oleh bakteri ini ditandai dengan adanya serangan mendadak berupa mual, muntah-muntah, ada juga yang disertai kolik dan diare. Lamanya sakit umumnya tidak lebih dari 24 jam dan jarang sekali menimbulkan kematian. Pada saat terjadi KLB diagnosa ditegakkan dengan melakukan pembiakan kuantitatif dengan kultur media selektif untuk memperkirakan jumlah kuman pada makanan yang dicurigai atau dengan isolasi kuman dari tinja yang berasal dari 2 orang penderita atau lebih dan bukan dari tinja kontrol. Pemeriksaan enterotoksin sangat bermanfaat untuk penegakan diagnosa tetapi tidak mungkin dilakukan secara luas. Makanan yang mengandung Bacillus cereus selama 24 jam akan mengakibatkan keracunan makanan dengan gejala sakit perut yang hebat dan diare beberapa jam setelah makan makanan tersebut. Dua bentuk keracunan makanan akibat Bacilluss cereus yaitu :
-        Penyakit dengan masa inkubasi 10-12 jam dengan gejala diare yang berlebihan selama 12-24 jam dengan sesekali disertai muntah.
-        Penyakit dengan masa inkubasi 1-6 jam dengan gejala muntah-muntah dengan atau tanpa diare ringan, berlangsung selama 6-24 jam.
Bacilluss cereus mudah terdapat dalam tanah dan makanan mentah dan kering seperti beras yang belum dimasak. Spora-sporanya tidak mati selama dimasak, pemanasan singkat atau penggorengan cepat karena tidak selalu merusak enterotoksin yang sudah berkembang terutama toksin yang stabil panas (Volk,1990). Terdapat 2 jenis enterotoksin yang dihasilkan bakteri anaerob pembentuk spora yaitu enterotoksin tahan panas (heat stable) yang menyebabkan muntah-muntah dan enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang menyebabkan diare.

4) Keracunan makanan karena Streptoccocus
Streptococcus merupakan salah satu bakteri yang paling sering menyebabkan keracunan makanan selain salmonella, staphylococcus dan E.coli. Sedangkan spesies Streptococcus yang sering ditemukan sebagai penyebab keracunan makanan adalah Streptococcus avium, S. bovis, S. durans, S. faecium dan S. Faecalis. Proses kontaminasi makanan oleh streptococcus dapat terjadi ketika makanan sedang diproses, dikemas atau pada saat penyimpanan. Pada saat pengiriman makanan dapat juga terekspos oleh bakteri tersebut. Bahkan kontaminasi dapat terjadi ketika makanan disiapkan diatas meja dalam waktu yang cukup lama sebelum dimakan. Gejala penderita Streptoccocus biasanya mual, kejang perut, demam, menggigil, diare dan muntah.  Masa inkubasi berkisar antara 2-36 jam (George, 2011).

5) Keracunan makanan karena Salmonella
Keracunan makanan yang disebabkan oleh Salmonella biasanya berjenis enteritis yang merupakan organisme yang hidup di dalam usus dan tidak menghasilkan toksin. Manusia yang terinfeksi Salmonella akan mengalami gejala mual, muntah, diare, demam, lemah, sakit perut. Masa inkubasinya adalah antara 8 – 48 jam. Pada kasus ini tidak diperlukan pengobatan dengan anti mikroba, kecuali jika ada penyebaran sistemik. Pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan pada biakan tinja penderita positif. Infeksi Salmonella dapat menyebabkan karier (pembawa kuman), yang berkepanjangan pada seseorang. Penularan salmonella terjadi melalui makanan laut, daging, unggas, susu dan telur yang terkontaminasi.

6) Keracunan makanan karena Clostridium botulinum
Pada umumnya penyakit ini ringan dan berlangsung pada waktu yang singkat (1 hari atau kurang) dan jarang berakibat fatal pada orang yang sehat, Clostridium botulinum tersebar dalam tanah, pada dasar danau dan vegetasi yang membusuk. Gangguan pencernaan ditandai dengan gejala kolik yang mendadak diikuti dengan diare dan biasanya akan timbul rasa mual tetapi jarang terjadi muntah dan demam. Endospora Clostridium botulinum sangat resisten terhadap panas dan bertahan pada suhu air mendidih selama beberapa jam. Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya enterotoksin pada tinja penderita dengan cara kultur tinja untuk mengetahui jenis enterotoksin yang ada pada tinja penderita (Volk, 1990).

7)  Keracunan makanan karena Clostridium perfringen
             Keracunan makanan ini disebabkan oleh toksin berbagai macam sero tipe basil anaerob Clostridium perfringen tipe A yaitu nyeri perut, diare, dengan prognosis baik. Tipe C yaitu radang usus yang disertai kematian jaringan dengan prognosis jelek. Laboratorium dengan biakan anaerob semi kwatitatif feses dan makanan yang dicurigai (kontaminasi bakteri yang berat diperlukan untuk penyakit klinik). Masa inkubasi adalah sekitar 6-24 jam, biasanya 10-12 jam. Cara penularan melalui  lembu, babi, burung unta, ayam atau tanah yang mengandung spora, yang tumbuh selama dimasak pada suhu sedang dan pada pemanasan kembali, tidak terjadi penularan dari orang ke orang secara langsung.

8) Keracunan makanan karena Parahaemolyticus
Keracunan ini disebabkan oleh Vibrio parahaemolitycus.  Gejala – gejala yang muncul biasanya ditandai dengan diare, keram perut disertai mual, muntah, panas dan sakit kepala. Vibrio parahaemolitycus selama musim dingin ditemukan di lumpur pantai dan pada musim panas ditemukan bebas di air laut pada ikan dan kerang. Keracunan terjadi karena makan hasil laut seperti ikan, udang atau kerang yang tidak dimasak sempurna. Masa inkubasi 12 – 24 jam dengan interval 4 – 96 jam.

9)   Keracunan makan karena Escherichia coli
Keracunan makanan yang disebabkan terkontaminasi E. coli akan menimbulkan gejala seperti mual, muntah, diare, kejang perut, keringat dingin, sakit kepala. E. coli adalah singkatan dari Escherichia coli, bakteri (kuman) yang menyebabkan kram yang parah dan diare. E. coli merupakan penyebab utama diare berdarah. Gejala-gejala lebih buruk pada anak-anak dan orang tua, dan terutama pada orang yang memiliki penyakit lain.  Infeksi E. coli  lebih sering terjadi selama bulan-bulan musim panas dan di negara-negara utara. E coli merupakan organisme yang tumbuh didalam usus yang menghasilkan toksin menyerang epitel superfisial, sehingga menimbulkan hipersekresi usus halus. Pada penderita biasanya sembuh sendiri dalam waktu 1 – 3 hari, tanpa pemakaian anti mikroba. Masa inkubasi adalah antara 548 jam. Penularan terjadi melalui makanan, minuman dan daging sapi terutama bagian dalam yang terkontaminasi E. coli. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara pengelolaan bahan makanan dan minuman dengan baik, yaitu dengan memasak atau memanasi bahan makanan sampai dengan suhu ≥ 68°C (CDC, 2009a).
Daging bisa terkontaminasi dengan kuman selama proses pemotongan. Ketika daging sapi diletakkan dilantai maka, kuman  E. coli ikut tercampur bersama daging. Cara  yang paling umum terinfeksi ini adalah dengan makan makanan tercemar E. coli dan makanan tersebut tidak dimasak dengan menggunakan suhu tinggi untuk memasak daging sapi  atau jika  memasaknya tidak cukup lama. . Ketika  makan daging kurang matang, kuman masuk ke perut dan usus. Kuman juga dapat ditularkan dari orang ke orang. Jika seseorang memiliki infeksi ini dan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah pergi ke kamar mandi, maka dapat memberikan kuman kepada orang lain ketika orang tersebut menyentuh sesuatu benda, terutama makanan.
(Family Doctor, 2011)
Tanda pertama adalah kram perut yang parah yang mulai tiba-tiba. Setelah beberapa jam, diare berair dimulai. Diare menyebabkan tubuh  kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi). Diare berair berlangsung selama sekitar satu hari. Infeksi luka di ususda, sehingga tinja menjadi berdarah. Diare berdarah berlangsung selama 2 sampai 5 hari. Anda mungkin memiliki 10 atau lebih buang air besar sehari. Anda mungkin mengalami demam ringan atau tidak demam.  Anda juga mungkin mengalami mual atau muntah. Jika Anda memiliki gejala-gejala tersebut – diare berair, kadang sampai diare berdarah, kram, demam, mual atau muntah untuk segera mendapatkan pertolongan dokter (CDD, 2009a).

10).  Keracunan histamin
Gejala keracunan histamin ditandai dengan gatal dan rasa panas di sekitar mulut, kemerahan pada wajah dan berkeringat, mual dan muntah, sakit kepala, jantung berdebar, pusing dan ruam pada kulit yang muncul beberapa jam. Keracunan biasanya terjadi setelah makan ikan yang mengandung histamin bebas dengan kadar tinggi (lebih dari 200 mg/100 gram ikan). Hal ini terjadi apabila ikan mengalami dekomposisi bakteri setelah ditangkap. Gejala ini dapat hilang dengan segera dalam waktu 12 jam. Gejala yang muncul dikaitkan dengan ikan famili Scomberesocidae (ikan tuna, mackerel, skipjack dan bonito) yang banyak mengandung kadar histidine yang tinggi dan mengalami dekarbonisasi membentuk histamin yang dilakukan bakteri dalam tubuh ikan. Namun demikian keracunan dapat juga terjadi jika mengkomsumsi ikan-ikan selain famili Scromboid  seperti mahi-mahi (ikan lumba-lumba, Ikan blue fish dan ikan salmon). Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya histamin pada ikan yang secara epidemiologis diduga sebagai penyebab terjadinya keracunan.

11) Tumbuhan dan hewan beracun
Keracunan karena mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang beracun seperti cendawan atau jamur yang beracun, jengkol, singkong, kepiting dan hasil laut lainnya.

12)  Keracunan bahan kimia.
Logam, non logam dan senyawa kimia organik yang terdapat dalam makana biasanya dalam jumlah sedikit, bila dalam jumlah banyak dapat menjadi racun. Logam dan senyawa kimia organik dalam jumlah yang berbahaya terdapat dalam makanan dapat karena :
a)        Merupakan komponen alami, misalnya kandungan asam oksalat dalam daun bayam yang tinggi. Jumlah asam oksalat yang tinggi dapat menyebabkan kalsium yang terdapat dalam daun bayam tidak mempunyai nilai, bahkan berbahaya bagi kesehatan tubuh kita.
b)        Penggunaan pestisida : penggunaan rodentisida, insektisida, fungisida, germisida dan pestisida lainnya sering digunakan agar buah-buahan dan sayuran terlindung dari gangguan tikus, serangga, jamur, bakteri dan mikroorganisme.
c)        Logam dan senyawa kimia dari alat masak, logam atau senyawa kimia yang terlarut dari alat masak atau kontainer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan makanan, dapat menyebabkan keracunan makanan.
d)       Penambahan dengan sengaja, dalam tahap pengolahan dapat terjadi penambahan lain dengan sengaja, misalnya penggunaan berlebihan pengawet daging yang mengandung natrium nitrit sebagai pengganti garam. Demikian juga pengawet lain seperti formaldehid, asam monokloroasetat, borat, natrium benzoat, salisilat acid dan lain-lain. Untuk memperbaiki warna atau menutupi warna aslinya ditambahkan zat warna yang sering bersifat karsinogenik seperti : azotoluen, aminoazobenzen.

13)  Makanan mengandung toksin
Keracunan makanan (food intoxication) dapat terjadi karena makanan tercemar oleh toksin. Keracunan yang sering terjadi disebabkan oleh makanan mengandung eksotoxin dan enterotoxin. Keracunan karena eksotoxin terjadi karena makanan nonasam dalam kaleng yang diproses kurang sempurna sehingga Clostridium botolinum atau sporanya masih dapat tumbuh. Makanan tersebut antara lain daging, sayuran dan buah-buahan. Keracunan karena enterotoxin terjadi karena makanan terkontaminasi oleh bakteri staphylococcus, Clostridium perfringens, Basiluis cereus dan Vibrio parahemoliticus. Pencemaran terjadi karena makanan dibiarkan terbuka atau spora yang masih ada tumbuh kembali. Makanan yang dapat tercemar antara lain daging, lidah sapi, produk ikan, produk berbahan dasar susu, telur dan sosis.

D. Manifestasi Keracunan Makanan
Keracunan makanan pada manusia termanifestasi secara lokal (setempat), sistemik atau gabungan keduanya setelah racun diabsorpsi dan masuk kedalam sistem peredaran darah.
a.         Lokal, sifat korosif racun akan merusak atau mengakibatkan luka pada selaput lendir atau jaringan yang terkena. Beberapa racun akan menyebabkan radang pada selaput lendir saluran cerna secara lokal dan beberapa racun lain secara lokal mempunyai efek pada sistem syaraf pusat dan organ tubuh lain seperti jantung, hati, paru dan ginjal, tanpa sifat korosif dan iritan.
b.        Sistemik, setelah memberikan efek secara lokal, biasanya racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem peredaran darah dan akan mempengaruhi organ-organ tubuh yang penting. Pada dasarnya racun akan mempengaruhi semua organ tubuh tetapi dengan tingkat yang berbeda sehingga sukar untuk menyatakan bahwa ada racun yang efeknya selektif.
c.         Efek dan gejala yang ditimbulkan akibat keracunan antara lain terjadi pada sistem pencernaan makanan (muntah, diare, perut kembung dan kerusakan hati sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia), pernapasan (misalnya hipoksia dan dipresi pernapasan, edema paru dan ventilasi paru), kardiovaskuler (misalnya syok, gagal jantung kongesti dan jantung berhenti berfungsi), urogenital (gagal ginjal dan retensi urin), darah dan hemopoitika (methemoglobinemia, agranulositosis dan diskrasias darah lain, dan reaksi hemolitik) serta sistem syaraf pusat (konvulsi, koma, hipoglikemia, hiperaktivitas, delirium, dan maniak) (Sartono, 2002).

E. KLB Keracunan Makanan
Kejadian luar biasa keracunan makanan adalah keadaan dimana dua orang atau lebih banyak orang menderita penyakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama yang biasanya terjadi sesudah mengkonsumsi  makanan dan secara epidemiologis terbukti makanan tersebut sebagai sumber keracunan (Depkes RI, 2009).
Terjadinya keracunan makanan dicurigai apabila sejumlah orang makan makanan bersama kemudian jatuh sakit. Walaupun untuk menemukan bagian makanan mana yang menjadi sumber penularan penyakit terkadang sulit dilakukan. Semua orang yang menyantap makanan harus dikelompokkan berdasarkan komponen makanan yang disantap. Akan semakin sulit bila makanan tersebut juga dikonsumsi di beberapa tempat yang berbeda dengan waktu makan yang tidak bersamaan (Bress, 1995).
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan kejadian keracunan makanan diantaranya antara lain :
a.    Industrialisasi, Urbanisasi dan Perubahan Gaya Hidup
Industrialisasi dan urbanisasi akan memperpanjang rantai makanan, sekaligus meningkatkan risiko terjadinya kontaminasi. Perbaikan standar kehidupan terutama golongan menengah atas, mengarah pada peningkatan selera mengonsumsi daging hewan. Hal ini akan menambah risiko terpapar bakteri pathogen yang ditularkan lewat daging, unggas, susu dan produknya.
b.    Populasi yang padat
Proporsi masyarakat yang peka terhadap keracunan makanan seperti lansia, penderita infeksi immunosupresif, bencana alam yang meningkat akan menyebabkan kejadian keracunan makanan juga meningkat.
c.    Perdagangan bebas
Pasar bebas, baik ditingkat regional atau internasional  mempunyai risiko terhadap peningkatan kejadian keracunan makanan, bahkan keracunan lintas wilayah. Contoh Salmonella pernah dijumpai di negara-negara Amerika Utara dan Eropa lewat sayuran yang berasal dari negara-negara subtropis (Arisman, 2009).
Kriteria untuk menetapkan suatu kejadian merupakan Kejadian Luar Biasa menurut Dirjen PPM & PLP Depkes (1995) antara lain :
1)      Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di suatu daerah.
2)      Terjadinya peningkatan kejadian kesakitan/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan jumlah kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.
3)      Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
4)      Angka rata-rata kejadian kesakitan/kematian per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
5)      Proportional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dibandingkan periode yang sama pada kurun waktu tahun sebelumnya.
6)      Beberapa penyakit khusus, seperti Kolera, DHF/DSS, setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya pada daerah endemis, terdapat 1 atau lebih penderita baru dimana periode 1 minggu sebelumnya di daerah dinyatakan bebas dari penyakit tersebut.
7)      Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita keracunan makanan dan keracunan Pestisida.

Referensi
Arisman, MB, 2009. Keracunan Makanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Badan POM RI, 2007, Mekanisme dan Prosedur Tetap (Protap) Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di Indonesia, Badan POM RI, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, BSN Jakarta.
Bres, P., 1995, Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa ; Petunjuk Praktis, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
CDC, 2009a, Escherichia coli,Tersedia dalam http://www.cdc.gov/ecoli/, (Diakses tanggal 28 September 2011).
CDC, 2009b, Shigellosis, Tersedia dalam   http://www.cdc.gov/nczved/ divisions/ dfbmd/ diseases/ shigellosis, (Diakses tanggal 28 September 2011).
Chin. James, 2000, Control Of Communicable Diseases Manual, American Public Health Association, Washinton, DC 20001-3710.
Depkes RI, 2009, Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Family Doctor Org, 2011, E. coli, Tersedia dalam http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorders, (Diakses 25 September 2011)
Goerge Dana, 2011, Food Poisoning Caused Streptococcus, Tersedia dalam http://www.ehow.com/how-does_5510092_food-poisoning-caused-streptococcus.html, (Diakses tanggal 25 September 2011)
Kandun, I.N., 2000, Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17, James chin MD. MPH Editor (tidak diperjual belikan).
Sartono, 2002, Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta.
Sholeh Imari, 2011. Investigasi KLB Keracunan Pangan. Kementrian Kesehatan RI.
Skylark Medical Clinic, 2011, Streptococcus Food Poisoning, Tersedia dalam http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id &u=http://www.skylarkmedicalclinic.com/Streptococcalfoodpoisoning.htm, (Diakses tanggal 6 Juni 2011)

Stedman's Medical Spellchecker. 2006, Citrobacter freundii. Lippincott Williams & Wilkins. available from: http://www.rightdiagnosis.com/medical/citrobacter_freundii.htm, (Diakses Tanggal 7 Januari 2012).

Volk Wesley A., 1990, Mikrobiologi Dasar, Erlangga, Jakarta.
WHO, 2011, Shigella, Tersedia dalam http://www.who.int/topics/shigella,  (Diakses tanggal 12 Oktober 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar